KONTEKS PERTUNJUKAN DENDANG PAUAH: SITUASI DAN BUDAYA
Abstract
Sebuah pertunjukan pada dasarnya mempunyai esensi yang sama dengan sebuah percakapan. Kata-kata dalam sebuah percakapan hanya dapat dipahami kalau dikaitkan dengan konteks. Pemahaman konteks situasi saja belum cukup untuk memahami kata-kata yang digunakan dalam pertunjukan harus diiringi dengan pemahaman konteks budaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konteks pertunjukan sastra lisan Dendang Pauh meliputi konteks situasi dan budaya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif-analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu wawancara, perekaman, observasi secara langsung, serta catatan lapangan. Partisipan dalam penelitian ini adalah tukang dendang (Tasar), tukang saluang (Pono), ahli Dendang Pauah atau tokoh masyarakat Kelurahan Koto Lalang, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pertunjukan Dendang Pauah memiliki dua konteks pertunjukan, yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Konteks situasi berkenaan dengan keadaan pada saat pertunjukan Dendang Pauah diadakan. Tukang dendang dan tukang saluang dalam pertunjukan ini adalah laki-laki. Jumlah penampil pada pertunjukan yang peneliti rekam adalah satu orang tukang dendang dan satu orang tukang saluang. Pendengar yang hadir pada pertunjukan itu terdiri atas tamu undangan pesta pernikahan, tetangga, dan keluarga besar tuan rumah yang menyelenggarakan acara tersebut. Mulai dari anak-anak sampai nenek dan kakek. Musik pengiring dalam pertunjukan Dendang Pauah secara konvensional adalah saluang. Konteks budaya Pertunjukan Dendang Pauah juga dipengaruhi oleh tujuh unsur-unsur kebudayaan universal yang berlaku di masyarakat tempat penyelenggaraan pertunjukan tersebut. Dendang Pauah dilaksanakan dalam rangka acara pernikahan. Pernikahan adalah peristiwa yang melatari pertunjukan. Pertunjukan itu adalah hiburan yang disediakan bagi para tamu undangan yang datang. Dendang Pauah tidak pernah dipertunjukkan di tempat-tempat keagamaan atau kegiatan yang berkaitan dengan agama.<p>
Full Text:
PDFReferences
Badrun. (2003). Patu mbojo: struktur, konteks pertunjukan, proses penciptaan, dan fungsi. (Disertasi). Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta.
Djamaris, E. (2002). Pengantar sastra rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Rosidi, A. (1995). Sastra dan Budaya Kedaerahan dalam Keindonesiaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sibarani, R. (2012). Kearifan lokal (hakikat, peran, dan metode tradisi lisan). Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).
Article Metrics
Abstract view : 668 timesPDF - 530 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.